Jakarta - Reformasi Birokrasi penting karena mengupayakan good governance melalui serangkaian perubahan mindset alias cara pandang, perbaikan sistem kerja dan kecocokan budaya kerja.Implementasi Reformasi Birokrasi tidak hanya sebatas perubahan internal pemerintah. Lebih dari itu, mesti berdampak pada pencapaian tujuan organisasi. Ini wajib dijalankan seluruh kementerian dan lembaga, termasuk unit-unit kerja di dalamnya, demi mendukung terwujudnya visi dan misi presiden.


Tiga fokus reformasi birokrasi, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, ialah birokrasi yang mampu menciptakan dampak ke tengah masyarakat, birokrasi yang mampu menjamin manfaat dapat dirasakan oleh masyarakat (making delivery), dan birokrasi yang lincah lagi cepat (agile bureaucracy). Sebenarnya, ada strategi pengungkit implementasi tugas mulia ini, yaitu perbaikan sistem kerja dan tata kelola organisasi. Sistem yang adaptif dan agile membentuk budaya birokrasi yang relevan dalam pencapaian tujuan.


Contohnya pada Badan Pengembangan dan Informasi Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (BPIDDTT), sebuah unit kerja di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Unit ini menyediakan data dan informasi, mengembangkan dasar kebijakan serta perencanaan pembangunan desa, daerah tertinggal dan transmigrasi. Mula-mula perlu disadari, selama ini Tim Reformasi Birokrasi lebih sering sibuk dengan pengumpulan dokumen dan pekerjaan yang bersifat administratif, dibandingkan kegiatan substantif untuk menganalisis permasalahan dan menemukan solusinya. 


Selain itu, hasil akhir reformasi birokrasi seringkali dimaknai sebagai peningkatan insentif, namun lalai adanya perubahan dan dampak yang bermakna bagi peningkatan kinerja organisasi, maupun layanan yang diberikan kepada masyarakat. Berdasar dari pengalaman itu, Badan Pengembangan dan Informasi Kemendesa PDTT menapaki Reformasi Birokrasi mulai dari perubahan sistem dan tata kelola, dengan rancangan dampak berupa perbaikan budaya kerja, lalu peningkatan personil.


Pertama, penyederhanaan prosedur kerja, berdasarkan Keputusan Menteri Desa PDTT Nomor 132 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyesuaian Sistem Kerja di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Pasca Penyederhanaan Birokrasi. Dilakukan melalui penataan struktural, dengan mengurangi jumlah pegawai struktural, terutama pengurangan eselon 3 dan eselon 4. Selanjutnya, dilakukan penguatan proses bisnis dan budaya birokrasi. Implikasinya, tersusun penyesuaian unit pelaksana yang terlibat, serta perbaikan alur pola kerja yang tergambar dalam prosedur kerja standard. Proses ini memotong jalur birokrasi, mengurangi birokratisme yang panjang lagi berlapis.


Kedua, pelaksanaan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2015. Sistem ini memastikan penyelenggaraan pemerintahan menuju organisasi modern, yang berjalan sesuai tugas dan wewenang, dan melayani warga tanpa pandang bulu. Menjalankan kaidah ISO 9001:2015, Badan Pengembangan dan Informasi Kemendes PDTT menghasilkan layanan yang sesuai dengan harapan pelanggan, serta terus-menerus mengevaluasi diri dan meningkatkan kualitas layanan. Perubahan mindset diarahkan pada komitmen pimpinan puncak hingga staf lapangan memastikan penerapan proses PDCA (Plan-Do-Check-Act). Implementasi sistem jaminan kualitas dan mutu ini berarti pula menjalankan standard internasional dalam Reformasi Birokrasi.


Ketiga, menjalankan pola kerja berbasis kolaborasi digital atau e-collaboration. Dalam prakteknya, seluruh personil memanfaatkan bersama-sama Microsoft Teams (MS Teams), sebagai respons kebutuhan platform untuk mengakomodasi sistem kerja baru berbasis digital. Pola kerja kolaborasi digital mula-mula disosialisasikan, kemudian diinternalisasikan sebagai sarana kolaborasi kerja sehari-hari. Untuk menjamin partisipasi seluruh personil, keaktifan pegawai dimonitor setiap bulan, setelah dua minggu sebelumnya personil yang lamban berkoordinasi ditegur bersama-sama. Digitalisasi dilaksanakan untuk koordinasi perencanaan dan pembagian tugas lintas unit kerja, rapat virtual, koordinasi implementasi kegiatan, serta koordinasi pelaporan yang bisa diakses seluruh unit kerja.


Keempat, transformasi digitalisasi arsip dan kinerja birokrasi melalui implementasi aplikasi berbagi pakai lintas kementerian dan lembaga. Sistem Srikandi (Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi) yang dikelola lembaga Arsip Nasional Indonesia (ANRI) dimanfaatkan untuk layanan arsip dan persuratan. Adapun sistem E-Kinerja dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) menjamin layanan kepegawaian secara personal, tapi tetap cepat dan terukur mengetengahkan kinerja pegawai triwulanan.


Kedua aplikasi penting ini menjadi bagian Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), sebagai kesiapan birokrasi Indonesia menuju negara ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2045. E-government pada Badan Pengembangan dan Informasi Kemendes PDTT meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan, yang dipastikan berdampak pada kualitas pelayanan publik dengan lebih efektif, efisien, dan transparan.


Keempat upaya di atas mengungkit perubahan manajerial lainnya, seperti peningkatan kegiatan yang bisa dijalankan personil, sehingga dampaknya bagi warga turut bertambah pula. Muaranya, terwujud pula peningkatan kualitas birokrasi. Sekali lagi, fokus Reformasi Birokrasi tidak lagi sekedar perbaikan internal birokrasi. Kini, lebih jauh lagi dijalankan hingga kinerja birokrasi berdampak positif bagi masyarakat desa pada umumnya.


Fince Decima Hasibuan, Sekretaris Badan Pengembangan dan Informasi Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi


https://news.detik.com/kolom/d-7276675/pengungkit-reformasi-birokrasi-berdampak